Datu Parultop dan Datu Parulas (9)

    Oleh Drs. Djabintang Hasiholan Siboro (13 Oktober 2023)

(Lihat bagian 1234567 dan 8 sebelum membaca bagian 9 ini)

Catatan penting

Sebelum melanjutkan cerita DPP berikutnya, ada 2  hal penting yang perlu disampaikan disini:

1. Tidak lama (beberapa hari kemudian) setelah DPP menerima tanah yang luas dari TMNH II, datanglah Suha dgn maksud utk berbicara dengan DPP. Suha merasa tugasnya sdh selesai di negeri Sagala, karena itu dia ingin pulang ke Haranggaol dan disampaikanlah niatnya itu kpd DPP. Dengan rasa haru DPP mencegah niat si Suha dan mengatakan: " Kamu janganlah pulang kembali ke Haranggaol, biarlah kita disini bersama sama. Kamu tdk perlu khawatir, sebab begitu luas tanah disini yg bisa kita olah sebagai sumber penghidupan !" Suha tdk menjawab, hanya tertunduk pertanda mengyakan.

2. Ada yg bertanya: " Bagaimana mungkin TMNH II bisa menyerahkan tanah seluas itu kpd DPP tanpa persetujuan dari haha anggina (abang adiknya), yaitu  Sagala Hutaruar dan Sagala Hutaurat?" Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Sagala Raja menikahi seorang istri (istri I), setelah beberapa tahun berumah tangga tidak juga ada keturunan. Khawatir tdk ada penerus, menikah lagi Sagala Raja (istri ke II), tdk lama kemudian lahirlah  " Sagala Hutaruar."  Tapi tidak lama setelah itu, ternyata istri I Sagala Raja melahirkan, yaitu "Sagala Hutabagas." Beberapa lama  kemudian, dari istri I lahir lagi seorang laki laki, yaitu " Sagala Huta Urat." Nah...dengan keadaan ini ke 2 istri Sagala Raja mempunyai posisi masing2.  Istri pertama disebut " Tuan Laem" dan istri kedua disebut " Imbang." Betul Sagala Hutaruar duluan lahir, tapi anak dari madu (tubu ni Imbang). Sagala Hutabagas belakangan lahir, tapi anak dari permaisuri (tubu ni Tuan Laem). Jadi ini mirip dgn kisah Sarah dan Ishak serta kisah Hagar dan Ismail. Bedanya ke 2 isteri Sagala Raja sama sama boru ni raja, tapi Hagar adalah hamba (hatoban). Ishak adalah ahli waris hak kesulungan pada bangsa israel, demikian juga Sagala Hutabagas adalah ahli waris hak kesulungan di tengah tengah marga Sagala dengan rumusan:

Siraja Hutaruar: " Haha Dipartubu, Anggi Di Harajaon."

Siraja Hutabagas: " Haha Di Harajaon, Anggi Di Partubu." Artinya: Siraja Hutaruar adalah Abang dari Siraja Hutabagas menurut kelahiran, tapi adalah adik dalam hak waris kesulungan. Demikian juga sebaliknya: Siraja Hutabagas adalah Abang dari Siraja Hutaruar dalam hak waris kesulungan, tapi adik menurut kelahiran. Ini sdh menjadi padan antara Sagala Hutaruar dan Sagala Hutabagas dan sampai sekarang masih diakui.

Dengan penjelasan diatas dapatlah dipahami kalau TMNH II memiliki kewenangan membuat keputusan mengenai sesuatu hal, tentu saja setelah bermusyawarah diantara na marhaha maranggi (abang adik).

Sekarang Kita Lanjutkan Cerita DPP Episode 9.

Atas berkat Tuhan yg mengaruniakan 3 anak laki laki kpd keluarga Op. DPP dan Op.Boru Nai Asang Pagar, maka penuhlah sukacita, benar seperti umpasa yg mengatakan: " Bintang narumiris ombun nasumorop, anak pe riri boru pe torop." Mereka merasa berbahagia, anak anaknya yg menjadi leluhur kita marga Siboro merasakan kedamaian dan kehangatan di pangkuan DPP dan Oppunta Boru. Tidak ada dirasakan sesuatu yg kurang dalam menjalani kehidupan. Manakala matahari bersinar di langit biru negeri Sagala, cahayanya seakan mengirimkan salam kehangatan. Negeri Sagala yg subur selalu memberikan hasil bertani yg melimpah kpd DPP dan keluarga, ternaknya pun banyak pula. Alam negeri Sagala sungguh tulus memberikan cintanya kpd keluarga DPP dan keturunannya. Untuk pertama kali DPP mendirikan perkampungan di sebuah lokasi, dinamai "Lumban Pea" (mohon koreksi kalau salah) dan yg tinggal kampung tersubut adalah keturunan dari cucunya yg sulung, yaitu keturunan dari Op.Gottam. Tapi kalau tdk salah, informasi terakhir mengatakan, sekarang di kampung itu tdk ada lagi penghuninya, sdh pindah ke kampung Panjaitan dan ke berbagai tempat lainnya.

Ada saat waktu tiba, dalam hidup musim selalu berganti, takdir menuntun langkah, mengembara menyusuri sudut sudut negeri batak. Apakah ini hanya keinginan semata atau manusia memang tdk bisa memilih? Kita tentu sulit mengerti, DPP yg sdh memiliki keturunan (maranak marboru), serta memiliki tanah luas  yg diterimanya dari TMNH II, seharusnya cukup berbahagia. Hamoraon, hagabeon dohot hasangapon (kekayaan, keturunan dan kehormatan) utk ukuran jamannya sdh dimilikinya, karena bagi orang batak ketiga hal inilah yg didambakan. Namun... DPP akhirnya harus pergi juga meninggalkan tanah negeri Sagala, meninggalkan tanah yg luas dan meninggalkan istri serta anak anaknya. Keadaan dan suasana ini dapat digambarkan: " Seperti cahaya sinar matahari di langit biru negeri Sagala, yg biasanya selalu menyapa, menyampaikan salam cinta kasih kpd anak anak DPP, sekarang seakan meredup tertutup awan mendung, karena rencana kepergian ini."

Mengapa DPP harus pergi? Tidak ada yg mengetahui dgn pasti karena DPP tdk menceritakannya. Kalau itu diceritakan tentu kita akan mengetahui melalui cerita (turi turian) dari orang2 tua terdahulu. Ada 2 sebab sebagai kemungkinan mengapa DPP harus pergi:

1. Setiap orang memiliki takdirnya atau perjalanan hidupnya sendiri sendiri. Mau menjadi apa seseorang atau apa yg akan terjadi dalam kehidupannya, tdk sepenuhnya ditentukan oleh dirinya sendiri. Sering kali apa yg kita mau, bukan itu yg terjadi. Mungkin saja DPP tidak punya keinginan utk pergi karena dia sdh mendapatkan segalanya di negeri Sagala, tapi garis kehidupannya berkata lain.

2. DPP harus pergi barangkali karena sebuah pemahaman, bahwa seseorang akan merasa terhormat apabila dijadikan tokoh idola serta sangat disegani ketika memiliki kelebihan, kepercayaan diri dan keberanian. Dapat pergi kemana mana sambil memperkenalkan ilmu dan kesaktian (manandanghon hadatuon). Merasa bangga dan tersanjung apabila diterima dgn baik di berbagai daerah ( luat ) berbekal kehebatan kesaktian itu. DPP mungkin sdh digariskan atau sdh terpanggil sebagai pengembara sejat.

Setelah berkumpul dgn keluarga, yaitu Op.Boru Nai Asang Pagar, Bangudongoron (sdh agak besar), Op.Niarga, Pangaribuan dan Suha, anak na pinaraja yang disayangi, DPP menyampaikan niatnya akan pergi meninggalkan negeri Sagala. Tersentak bagaikan petir di siang bolong, terjadilah goncangan jiwa ketika itu, hati berkecamuk, sedih, kecewa dan marah, terlebih lebih ketiga anaknya, yakni: Bangundongoron (sdh agak besar), Saharga (Op Niarga) dan Pangaribuan yg masih kecil kecil. Mereka menangis sejadi jadinya, tdk dapat nenerima kenyataan ini. Namun rupanya semua reaksi, ungkapan kesedihan dan derai air mata tdk mampu mencegah kepergian DPP, kaki akan tetap dilangkahkan juga.

DPP bukanlah orang yg berhati batu. Dia pastilah merasakan kesedihan, tetapi harus pergi juga. Berangkatlah DPP melangkahkan kakinya meninggalkan negeri Sagala menuju kearah timur, menyusuri tebing dan lereng gunung Pusuk Buhit.

(Bersambung ke bagian 10)

(Gambar adalah sekedar ilustrasi, diambil dari https://info637247.wixsite.com/tribalartgilliams/batak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Datu Parultop dan Datu Parulas (1)

Mengenai situs "Marga Siboro"

Huta Haranggaol: Tempat asal marga Siboro