Datu Parultop dan Datu Parulas (12)

 Oleh Drs. Djabintang Hasiholan Siboro (9 November 2023)

(Lihat bagian 12345678, 9, 10 dan 11 sebelum membaca bagian 12 ini)

Sebuah Pesan DPP Sebelum Meninggalkan Negeri Harian Nainggolan
 
 Sebelum pergi meninggalkan Harian Nainggolan, DPP sempat berpesan kpd orang yg dipercaya di kampung itu. Inilah pesannya: " DIKEMUDIAN HARI, ANAK YG AKAN LAHIR NANTI AKAN AKAN TAHU SIAPA AYAHNYA YG SESUNGGUHNYA (AYAH KANDUNGNYA). Lama Bertahun tahun kabar mengenai pesan ini sampai juga kepada beberapa orang tua (leluhur kita) dulu di Sagala. Tapi berita ini tahun demi tahun kemudian secara perlahan lahan hilang dari ingatan.
 
DPP akhirnya pergi juga meninggalkan Harian Nainggolan menyeberang menuju Tipang Bakkara, tanah kelahiran dan tanah leluhurnya. Sudah barang tentu berjumpa dengan sanak saudaranya keturunan Datu Rajin, adik dari orang tuanya somalate. Di Tipang Bakkara DPP hanya tinggal beberapa hari,  sambil mengenang, bahwa Dia dahulu lahir sampai remaja dewasa di tanah leluhurnya di bumi Tipang Bakkara. Baginya tidak ada alasan utk tinggal berlama lama di Tipang. Pertama: " Karena jiwanya sebagai pengembara (parlakka so hasuhatan)" dan kedua: " Karena ayahnya, yakni Somalate dan ibunya sdh lama meninggal dunia."
 
Setelah beberapa hari berlalu DPP melanjutkan perjalanan menuju dataran tunggi Humbang diantara daerah Pakkat, Parlilitan dan sekitarnya sampai daerah Pakpak - Dairi. Ada informasi DPP sampai juga ke Aceh, antara lain Alas dan Gayo. Perlu diketahui, dahulu batas batas wilayah administratif pada daerah2 tersebut diatas belum ada. Batas batas itu baru ada oada jaman kolonial Belanda dan jaman Pemerintah RI. Di jaman DPP dahulu, khususnya daerah Humbang dan Pakkat - Dairi, daerah daerah ini masih merupakan satu kesatuan daerah dan satu kesatuan masyarakat hukum dan adat.
 
Di daerah daerah tersebut diatas, informasi atau keterangan mengenai keberadaan DPP yg kita miliki tdk berbeda dengan informasi yg diketahui oleh saudara kita keturunan Datu Rajin. Datu Rajin adalah adik dari leluhur kita Somalate. Diantara daerah Pakkat dan Parlilitan tdk diketahui atau belum diketahui apakah DPP menikah atau tdk menikah. Di daerah si Onom Hudon, Pakkat - Parliliran ada yg mengaku sebagai keturunan Datu Parulas Parultop, tapi menurut mereka Datu Parulas Parultop ini adalah marga Nainggolan. Mereka yang mengaku sebagai keturunan DPP marga Nainggolan ini adalah marga Pusuk, Buaton dan marga Mahulae. Mengenai hal ini kita tdk mau berspekulasi dan kita juga tdk punya hak untuk mengklaim. Kalaupun ada cerita cerita yg kita dengar, itu hanyalah berita yg sifatnya konon, sayup sayup saja terdengar. Yang kita ketahui dengan jelas, DPP Purba Sigulang Batu menikah dengan Boru Manik di Bukit Lehu, Kecamatan Tigalingga - Dairi. Dari hasil perkawinan ini lahir seorang anak laki laki, dinana " Girsang." Oleh keturunannya Girsang ini dikemudian hari dipanggil " Op.Girsang." Selanjutnya salah seorang keturunan Op.Girsang Lehu ada yang merantau ke Simalungun dan akhirnya berhasil menjadi seorang Raja diantara raja raja yg pernah ada di Simalungun, nama kerajaannya adalah Kerajaan Si Lima Kuta dengan ibukotanya Nagasaribu. Wikayah jerajaannya meliputi: Rakut Besi, Dolok Panrimbuan, Saribu Janji, Mardingding dan Nagamariah - Saibudolok.
 
Di bukit Lehu tidak banyak informasi yg kita tahu mengenai DPP selain menikah dgn boru Manik, putri Raja Mandiha Manik. Keturunan DPP adalah Girsang (Op Girsang). Harus diakui, untuk menelusuri dan mengetahui semua jejak perjalanan sejarah DPP sangatkah sulit, sama seperti mencari sebatang jarum di tengah hamparan rumput yg luas. Namun meskipun sadar akan hal itu, kerinduan hati tetap  menggelora dan selalu terdorong untuk mencari dan mencari. Kita berharap suatu saat dapat menemukan sambungan mata mata rantainya dengan utuh. Ada sumber sumber informasi yg lain mengenai sejarah DPP, tapi kadar atau validasi informasinya lemah. Yang masuk diakal adalah informasi yang mengatakan: DPP masih sempat nelibatkan dirinya di pusat kekuasaan Kerajaan Pematang Purba sebagai "Penasehat Agung" kerajaan. Sebagaimana diketahui Datu Parultop (Tuan Pangultop Ultop) adalah Raja di kerajaan Pematang Purba - Simalungun. Datu Parultop adalah saudara kembar dari DPP. Kembar bersaudara ini menjadi susah dan sulit dibedakan oleh keturunannya dikemudian hari. Mana Datu Parultop dan mana Datu Parulas Parultop.
 
Menjelang hari senja kala adalah saat dimana DPP akan mengakhiri perjalanan pengembaraannya. Kita mengetahui dari kisah turun temurun, bahwa DPP sampai juga diujung perjalanannya dan itulah tempat perhentian. Kuba Perdagangan yg dikeramatkan adalah tempat DPP mengakhiri kehidupan. Pilihan atas lokasi Kuba Perdagangan ini mungkin karena 2 alasan:
1. Mengingatkan DPP pada pemandangan alam di daerah Tomok, kampung Raja Sidabutar yg sempat membuatnya terpesona.
2. Di Kuba perdagangan inilah tempat berkumpulnya para dukun sakti (datu nahasattian) untuk berbagi ilmu dan pengalaman, antara lain dukun sakti marga Sitorus. Dukun sakti marga Sitorus, kuburannya di lokasi ini juga.
 
Sebelum mengakhiri hidupnya DPP selalu didampingi seekor kera dan nenurut penuturan juru kunci marga Dananik, kera ini tetap hidup sampai sekarang. Dari seluruh kera yg ada di lokasi ini, kera inilah yang paling besar. Waktu Tim Napak Tilas pergi ke lokasi ini, yg diketuai oleh saya (Djabintang H Siboro) sdh pernah melihat kera ini dari dekat, bahkan setiap kami melangkah kera ini selalu mengikuti.
 
Sebagai tempat perhentian mengakhiri kehidupannya DPP memilih sebatang pohon besar (hau tualang). Kedalam pohon besar inilah DPP memasukkan tubuhnya sebagai rumah tidur abadinya, lalu menghembuskan nafas  hidup yg terakhir (maradian sian hangoluanna di silubalangari).
 
Ada pertanyaan: Bagaimana DPP bisa masuk kedalam batang pohon besar (hau tualang) itu? Banyak versi cerita mengenai hal ini. Ada yg nengatakan dgn menggunakan kesaktiannya  DPP masuk kedalam batang pohon itu.  Yang lain mengatakan dgn cara melobangi pohon itu, lalu DPP masuk kedalamnnya dan menutupnya dengan menggunakan kesaktiannya. Pendapat yg lain mengatakan, DPP duduk menyenderkan tubuhnya dibawah batang pohon itu sambil bersemedi (bertapa) dan tidak pernah beranjak lagi dari situ selama bertahun tahun. Jika membutuhkan sesuatu, kera yg selalu mendampingi DPP itulah yg memenuhi kebutuhannya. Mungkin lama lama akar gantung pohon itu semakin membesar sampai akhirnya menutupi tubuh DPP. Terlepas dari berbagai versi, dipercayai DPP mengakhiri hidupnya dan beristirahat abadi didalam pohon besar itu.

- Selesai -

(Gambar adalah sekedar ilustrasi, diambil dari https://info637247.wixsite.com/tribalartgilliams/batak)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenai situs "Marga Siboro"

Huta Haranggaol: Tempat asal marga Siboro

Datu Parultop dan Datu Parulas (1)